Sabtu, 18 Mei 2019

Kesan Akhir: Sebuah Dusta



Setelah mengilang berbulan – bulan, laksana bayangan tanpa seseorang. Aku mempertahankan kesendirian yang kian lama kian menyakitkan. Tetapi bagiku, pergi bukanlah sebuah pelarian.

Untaian kata demi kata telah aku sampaikan, yang hanya kau lihat tanpa kau beri balasan. Seakan kau tidak perduli betapa risau nya aku ingin meminta sebuah kejelasan.

Sekejap kau datang hanya untuk mengutarakan alasan, lalu kau meminta untuk aku menghilangkan kita. Kiramu setelah meminta aku akan menuruti. Tidak, kau salah besar. Tidak mungkin semudah itu aku merelakan kita yang sama istimewanya dengan semesta. 

Tetapi kau memilih untuk pergi bersama egomu sendiri. Enggan mendengarkan sebuah jawaban.
Mengacuhkan sebuah tangisan.

Sadar tidak telah membiarkanku tersandra rasa yang tak bersandar?

Lelahku kala itu tidak bisa menghentikanku. Aku terlalu berambisi untuk menanti. Aku sangka lamaku menunggu di sini akan membuatmu kembali dan menata kita lagi. Menengok kebelakang, lalu akan berucap bahwa kau juga merindukanku.

Kadang aku tidak perlu berkhayal setinggi itu.
Seakan menumbuhkan harapan kemudian dijatuhkan oleh kenyataan.

Alih – alih aku tau  jika bosan adalah alasanmu.

Belum juga selesai, kau sudah memiliki wanita lain yang akan dijadikan pengganti dambaan hati. Mengungkap beberapa tanya, salah satunya mengapa kau memilih untuk mendua?

Ingin ku cabut sumpah setia, yang terbukti sebagai dusta.

Terlanjur sudah aku yang membuang waktu terlalu panjang untuk lelaki yang tidak tau diri. Ternyata bukan hanya kau yang hilang, bahkan rasamu sudah tidak ditemukan.

Aku terhenti bersama hati yang sudah tidak dimiliki. Takdir semakin mendorong untuk pergi, dikala rasamu juga sudah mati.

Berpasrah kepada kenyataan adalah pilihan yang tidak bisa diganti.
Keberadaanku sudah tidak diharapkan, jadi untuk apa aku bertahan.

Kau tidak mengerti mengenai ikhlas tetapi tidak rela berakhir seperti ini.
Semudah itu kau mengacaukan begitu saja yang sudah bertahun tahun terata rapih.

Air yang kau bawa dari penjuru lautan terlau meruah. Menyababkan awan menjadi angkuh kepada luluh. Kau telah membuat hujan deras malam itu, yang belum juga reda hingga dini hari.

Jumat, 10 Mei 2019

Memulai Yang Akan Terurai



Kali ini ada seseorang yang berhasil membuatku mabuk kepayang, hingga aku saja bingung harus bagaimana menata perasaan. Yang baru berakhir, baru saja pulih. Sedangkan hati bertekad untuk memulai lagi dengan manusia lain yang telah di pilih. Manusia baru dengan sajian sifat gila yang ada pada dirinya sehingga selalu berhasil membuatku merindukannya.  
 
Membiarkan hati menumbuhkan perasaan di dalam ruang yang tidak tepat, dengan waktu yang sangat cepat.

Hati ini terlalu berani, jika sudah berurusan dengan asmara. Padahal sudah sering ditimpa lara, tetapi tidak mau berhenti untuk jatuh cinta. 

Ada rasa selalu bahagia, ketika berada di dekatnya. Sudah lama tidak di rasa, saat ini aku kembali merasa bersama seseorang yang berbeda. Seseorang yang nampaknya lebih baik, dari seseorang yang sebelumnya bersamaku. Hati ini menerimanya dengan berjuta harapan hendak mencipta bahagia bersama.

Ada juga sebuah rasa nyaman ketika bersamanya, sehingga aku takut kehilangan bahkan disaat aku belum sempat memilikinya. Berada didekatnya saja, membuat ku merasa bahwa dunia berpihak kepada aku dan dia. Iya, aku tidak menyebutnya "kita" karna aku dan dia belum diberi restu oleh dunia untuk bersama.

Tapi kini, rasa ini masih menjadi sebuah rahasia. Hanya aku dan tuhan yang tau, itu saja aku bercerita lewat do'a. Namanya memang selalu terselip disetiap do'a ku. Maaf saja, tetapi hanya itu yang bisa aku lakukan untuk melindunginya saat aku tidak berhak bersamanya.

Bukan tidak mau memberi tahu, tetapi bagaimana jika setelah di beri tau dia menjauh dari sini? karna setelah di rasa lebih baik aku berada didekatnya tetapi dia tidak mengetahui rasaku, daripada aku harus mengutarakan kepadanya kemudian dia mencipatakan jarak padahal kita sangat dekat.

Bukannya aku takut akan jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan, tapi aku hanya tidak siap jika dia tidak didekatku setelah itu. Alangkah lebih baiknya untuk sekarang aku diam saja, setelah semua perjuangan telah aku selesaikan.

Sebenarnya aku juga ingin memiliki raganya, sama seperti manusia yang sedang di mabuk asmara pada umumnya. Tetapi aku biarkan dirinya memilih dengan hati mana yang selayaknya pantas mendampinginya, aku atau bahkan orang yang lebih baik dariku.  
 

Sejatinya setiap orang yang mencinta, juga ingin di cinta. Ingin sama sama mengukir bahagia, bukan membiarkan salah satunya mencipta bahagia sendiri bersama orang lain. Itu sudah hukum alam, tidak ada yang bisa menggoyahkan. 

Jika berbicara tentang ketulusan, sebenarnya sudah tidak memiliki arti tulus lagi jika semua cinta sendirian berujung ingin selalu terbalaskan. 

Upaya ingin membahagiakan seseorang yang di cinta itu sebuah kewajiban, tetapi jika sudah tidak di anggap lebih baik memilih untuk tidak mendapatkan kemenangan dan membiarkan seseorang itu menjadi sebuah kenangan.




-ditulis dari ambang sebuah harapan-

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...