Sabtu, 26 September 2020

Anugerah Rinjani #1






Seutas kertas maaf tidak bisa menemuimu yang akan menemuiNya.

Nu, tidak menyangka kau mendapatkan waktu yang lebih pendek daripada mimpi-mimpi kita. Kalimat selamat malam yang kau ucapkan pagi hari karna ruang operasimu tampak gelap itu, menjadi suguhanku untuk menuliskan ini.

Hari itu, kau hanya tertidur lama lalu tiada ya? Aku diberi kekuatan dari semesta katanya titipanmu yang mulutnya tak lagi bisa berkata, untuk tidak menangis hingga kau bersama tanah-tanah itu.  

Mengungkap cahaya mentari. Tidak pernah bersembunyi dibalik rintik. Semuanya sudah terjadi Nu, “Bagaimana lagi?” adalah rasa pasrah ketika kamu memintaku untuk tegar, yah kau mengungkapkannya di mimpi malam itu. Tidak ada satu-satunya yang mampu ku dapat dan membuatmu selamat.

Aku bahkan bukan yang layak kau cinta, membangunkan kau pun tidak bisa, Nu. Aku gagal menjagamu. 

Tidak lagi menatap kedua mata, menyeiramakan kalimat senja. Menurutku ini juga kehebatan tangisan malam. Melulu disesali, padahal tidak akan ada yang berubah.

Nu, kedua gelas kopi di depanku ini kehilangan salah satu bibir manis yang menerima semua kepahitan rasanya.

Membawa segala doa sampai puncaknya, tidak akan mengembalikan nyawamu. Bulan depan aku ke Gunung Rinjani, gunung yang kau tulis namanya dibagian diary paling depanmu. Hanya karna nayamanya, terbawa di akhir Anugrah, namamu. Tidak lain untuk menyampaikan salammu, Nu Dan akan ku bawa polaroid yang pertama kali kita ambil. Polaroid yang bernyawa, kau tersenyum.

Kalau sore itu kau tidak memaksa untuk pergi kesana, kamu masih berjalan dengan kaki yang tidak terikat kain putih. Badanmu pasti tidak sesak karna diikat banyak.

Harusnya kau hati-hati, dalam perjalanan yang tidak menuntut kamu untuk berjalan. Tidaklah kaki tidak berguna, hanya saja meringankan tidak sampai letih.

Jati yang kita sambung tidak akan runtuh, Nu. Mereka tidak mampu runtuh meskipun salah satu tangan pembuatnya telah pucat. Berapapun banyak kejadian-kejadian burukku setelah kau tinggalkanku.

Kau disana tetap baik ya. Mati ataupun hidup, Anugerah Rinjani adalah rasa sayang semesta. Kau di dalam liang penuh doa.

Mungkin tidak ada lagi harapan untuk kau ada, tapi ada kemungkinan untuk bertemu di tanah surga.

Bukan lagi yang terdahulu, anugerah setinggi dan secantik Anugerah Rinjani tidak akan mudah terganti. Kau lah sebaik-baiknya penulis cerita hidup tanpa kriteria. Kau mengarunginya dengan lapang dada dan kebebasan dahaga. 

Membuat bahagiamu itu Nu, yang tidak adalagi, sangat sederhana. 

Nu,

Kalau memang tidak ada lagi pelukan setiap pagi, panjatan doa malam hari, senyum seiring mentari, kau tetap Anugerah Rinjani. Yang mempunyai setengah dari kecantikan semesta.

Batu nisan itu akan bahagia terukir namamu, dia akan bangga dan berbicara dengan nisan yang lainnya dia lebih dekat denganmu.

Nu, hidupmu tidak sia-sia. Kau mau hidup untuk kehidupan yang lainnya. 

Kau tidak akan menjadi terkenang, kaulah kenangan yang tidak pantas disebut kenangan. Karna sejauh apapun duniamu sekarang, kamu tetaplah seorang manusia yang sulit melepasku. Matimu tetap hidup di hatiku.

Senin, 21 September 2020

Merintik


 Semesta, aku menyambutmu lebih risau hari ini

Langitmu pun sama, masih merintik 

Tidak jauh beda dari letak rona merah yang dihias indah

Masih dengan hari-hari pencarian jati diri

Memikirkan pikiran landai yang tidak pernah usai

Memimpikan gapai yang tak berujung  dan tetap terkurung

Bahagia sedang tidak seirama, ia bersama lawannya

Lawan yang lebih nyaring deringnya

Lawan yang dirisaukan semua yang bernyawa

Hidup sedang menunjukan kehidupannya

Yang tidak melulu membahas akan kemana pergi, akan siapa yang menemani, akan bagaimana nanti

Itu adalah teka-teki waktu tanpa petunjuk

Bahkan sebelum berani itu ada, kau sudah harus menghadapinya

Kalau hari ini dipersembahkan yang terindah, hari esok ada lagi?

Iya, ada lagi yang menyedihkan?

Yang di terima dengan pura-pura lapang

Yang di terima dengan pura-pura senang 

Yang di terima dengan kasih

Pertanyaan tidak akan menemukan jawaban, jika tidurmu kurang

Beristirahatlah dari segala hal yang akan curam

Tidak lain yang dinikmati hari ini, akan selesai cepat nanti

Memang banyak yang diharapkan berakhir sama seperti cerita, tapi tidak tercipta

Ya, begini saja

Menunggu bahagia mendapat jatahnya

Dengan hati yang senantiasa menerima lubangnya

Kamu akan bahagia, entah bagaimana proses kamu mendapatkannya.

Tuhan tidak akan menyia-nyiakan bibir manismu untuk selalu tertutup

Dalam beberapa hitungan, kamu akan bahagia dengan sederhana, setelah kamu mensyukuri semuanya.

Hari ini oksigen masih kau hirup, kan?

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...