Jumat, 21 Februari 2020

Senjamu

[21/2 18.44] Manusia Lain : Apa kabar senjaku yg di pulau sana ya? Apakah baik-baik saja? Tidak seperti aku yg masih nyaman dengan kehilangan? Apakah dia masih sama? Atau sudah ada yang memiliki?

[21/2 18.58] Aku: Hei, senja tadi sore pulang kepada langitnya yang dianggap sebagai rumah. Sedangkan senja yang kamu tanyakan, sudah tidak mengaggapmu sebagai langit. Seharusnya kamu tidak pernah mengkhawatirkannya lagi, mungkin juga dia sudah menemukan langit baru. Yang sesuai dengan kehendaknya, ketika meninggalkanmu :)

[21/2 19.06] Manusia Lain: Aku ingin setabah langit! Kau tau? Yang teduhnya sabar untuk semua insan. Aku ingin jadi semestanya. Ingin sekali! Tidak mau di nego lagi. Mencintai dengan pasti. Tak peduli sudah diinjak sampai mati. Wohoo hebat sekalii

[21/2 19.13] Aku: Dirimu memang pemegang kendali hati sendiri, tapi sampai kapan mau setabah ini?

[21/2 19.18] Manusia Lain : Sampai mendengar namanya sudah tidak merasa apa-apa lagi
-
Tidak lepas dari perasaan, apapun yang dituliskan semua bersangkut padanya. Tidak ada yang mau kehilangan, sekalipun sudah hilang. Tidak ada yang mampu digapai lagi setelah hilang, kecuali harapan sendiri yang bisa saja mati karena letih.

Membahas senja selalu saja mengenai datang dan pergi. Yang disamakan dengan senja, jelas indah yang sesaat. Sudah tau ia senja, masih saja dikagumi sampai sekarang sudah pergi, gimana rasanya? Seperti mematahkan hati yang sudah patah, yang pertama karna telah ditinggalkannya, yang kedua karna kamu terus saja mengingatnya.

Kamu tidak bisa berkehendak menjadi langitnya. Tempatnya pulang yang paling palung, tidak bisa memutuskan untuk itu. Kalau memang bukan kamu, bukankah itu sebuah petunjuk untuk tidak melebihi rasa sayang?

Entah kamu terlalu baik atau terlalu tidak pantas. Itu bukan dari mata kita yang melihat, tapi sepasang mata sang senja. Iya, senja yang dikhawatirkan itu.

Mau mendung sepekat apapun, yang namanya senja tetap ku kagumi, tuturnya. Ia seakan berbicara dalam gua gelap tak berpenghuni, yang berucap mulut sendiri dan yang mendengar hanya telinga sendiri.

Menjadi sadar dan sabar memang tidak pernah pantas untuk didalam hati. Banyak sekali yang menghalangi, dari ego sendiri yang paling kuat tentunya.

Bagaimana mau melangkah lagi, jika masih sibuk menangisi yang sudah pergi?
Bagaimana hari akan berlanjut, jika hatimu masih mengenang beberapa pekan lalu? Saat ia memutuskan untuk pergi tanpa mengajakmu. Kan memang kamu ditinggalkan, jabgan minta ikut.

Disitu saja, dengan dirimu sendiri, berdamailah. Jangan melulu ingin berdua, jika sendiri saja kamu masih banyak tangis.

Kamu adalah langit untuk senja yang pantas untukmu, yang esoknya pun akan kembali lagi padamu. Bukan yang hari ini bersamamu namun esoknya bersama hati yang lain.

Setia itu pantas dirasakan oleh siapa saja, sekalipun orang itu telah disakiti.

Dia tidak akan kembali, matikan egomu. Sudah merasakan satu luka darinya, lalu luka apalagi sih yang sedang dicari?

Lihat itu ke depan, memang masih belum terlihat jelas. Tapi itu adalah senja setiamu yang pantas menempati kamu sebagai langit.

Selasa, 18 Februari 2020

Bicara Berdua

Aku mau pergi

Disini saja, nanti kamu lelah

Sebelum kamu memintaku, aku mau pergi dengan kehendakku

Siapa yang akan menyuruhmu pergi?

Kamu

Kapan?

Setelah kamu tau semua mimpi burukku, jalan suramku, matinya bulanku yang menyisakan malam dalam waktu yang lama

Kamu lupa kita selalu terang?

Iya, saat ini

Lalu kenapa memilih pergi?

Kamu akan membenciku suatu saat nanti

Kamu bukan peramal yang handal

Memang, makannya biarkan aku pergi. Supaya ketika kamu membenciku aku mampu untuk tidak mengetahui

Karna benciku akan menyakitimu?

Tentu saja, siapa yang tidak sakit ketika dibenci oleh orang yang aku sayangi?

Siapa juga yang mau membenci orang yang aku sayangi?

Kamu bisa membenciku sekarang juga

Tapi aku tidak mampu, pun tidak mau. Kalau bisa melebihi rasa sayang, mengapa harus menanam benci?

Kamu berbohong.

Aku tidak pandai berbohong, apalagi kepadamu

Kamu benar akan disisiku?

Kamu akan melihat sendiri ketika terus menggenggam tanganku

Kamu pandai membuatku luluh

Bukan aku, tapi hatimu yang masih menyayangiku. Sudah, disini saja ya. Badaimu juga badaiku. Kamu bisa melewatinya tanpa harus melepasku

Kamu mau memelukku?

Tanpa kata tidak, sayangku. Kemarilah, kamu akan tenang dalam dekapku.

Aku menyayangimu

Aku tau sebelum kamu mengatakan itu. Kamu ingat, saat kita pertama bertemu?

Saat kamu selalu melempar senyum di depanku?

Iya, saat itu juga aku mengagumi semua tentangmu

Pun cerita suramku?

Semuanya. Semua yang pahit, akan aku ajak kau memandangnya dari sudut yang lebih terang.

Asal bersamamu, aku mau. Aku tidak akan melepaskanmu

Justru aku akan menggenggam tanganmu lebih kuat, sayangku. Menangislah sesukamu. Disini saja, bahuku sudah kuat

Boleh aku menangis?

Tidak ada larangan untukmu, asal kamu menjadi dirimu sendiri

Kalau puteri tidur di dongeng bangun, ia pasti memilihmu

Tapi aku tidak mau

Kenapa?

Kan aku sudah milikmu.

Sabtu, 08 Februari 2020

Dalam Tenang


Susah, padahal marah kalo dibandingkan. Tapi kenapa sendirinya menyamakan hidup dengan orang lain. Ya gimana, mau berjalan menuju mimpi saja banyak janggal.

Ini aku sendiri yang berbicara.

Mau menjadi apa nantinya, sudah menjadi pertanyaan semua orang. Mau dijelaskan juga aku sedang menunggu takdir Tuhan. Jika aku beritahu lebih dulu, bagaimana jika nantinya yang ditemui bukan mimpiku?

Dijuluki seorang pemimpi besar yang telah ditutupi ketakutan yang lebih besar. Yang merasakan hancur, padahal utuh.

Mencari bagian mana yang harus diperbaiki, tidak ada.  Yang terasa lara hanya membutuhkan rehat. Mengingat lagi yang akan membuat semangat, sayangnya tidak ada. Ternyata lara itu semakin membesar jika hanya didiamkan, tapi mau bergerak pun bagaimana? Banyak yang menghalangi.

Berjalan masih mampu, tapi tak tau akan kemana. Semua yang dilewati indah tapi tanpa rasa . Taunya setiap letak yang akan aku injak, merupakan jurang tanpa penolong.

Pintu yang aku masuki selalu salah. Takut itu tak kunjung mati. Aku kira memejamkan mata akan membaik, ternyata aku bertemu yang lebih buruk di dalam mimpiku.

Bagaimana dengan tenang?
Sudah kucoba, tapi tidak ada.

Orang-orang mulai lalu lalang mengurus hidupnya. Yang membaik, yang sesuai rencana. Bahkan dalam waktu yang lama, mereka masih bahagia.

Tengok kesini, dalam waktu yang lama masih aja seperti ini. Menangis tidak, bahagia juga tidak. Maunya diam saja tidak melakukan apa-apa. Biar Bumi yang berputar. Menemukanku dengan terang matahari asli, lalu melalui bulan.

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...