Jumat, 20 Maret 2020

Bapak

Pak, masih ingat memperjuangkan es krim untuk putri kecilmu? 

Saat ketika anakmu menginginkan es krim hanya karna melihat iklan di TV, dengan bentuknya yang lucu, menyerupai kartun kesukaannya. Terus saja merengek kepadamu setiap pagi, siang dan malam. 
Padahal hanya 3 ribu rupiah. Tapi, kala itu uang merupakan salah satu yang sulit dicari dan sangat dibutuhkan. 
Keluarga kecil yang untuk membeli beras setiap harinya saja kesusahan. Meminum air bersih saja masih menumpang. Beruntungnya, sampai sekarang masih diberi kehidupan dengan anggota yang lengkap. 

Sore hari, ketika lelahmu menjadi satu tapi pinta putri kecilmu tak kunjung reda. Dengan kasih sayang yang tulus dari seorang lelaki paruh baya yang disebut, Bapak. Ia bernajak dari lelahnya untuk mengajak putri kecilnya pergi ke sebuah toko. Merangkul putri kecilnya, mengajaknya berjalan dengan penuh tawa. Telah sampai di toko nan indah dan bersih, belum sempat mereka menginjaknya disitu. Hanya sekali ini. Putrinya itu terlalu bahagia, ia berlarian kesana kemari. Mencari dimana kotak es krim berbentuk kartun kesukaannya itu. Saat menjumpai, ia langsung mengambil dua buah es krim. Dilihatnya lagi dengan sorot mata seorang Bapak yang heran, yang benar saja? Dua buah es krim? Ku kira Putriku hanya meminta satu. 

Padahal, si lelaki paruh baya itu hanya memegang uang pas-pasan. 3 ribu rupiah, sesuai dengan harga satuannya. Sisa dari uang bulanan yang ia setorkan ke istrinya, yang sengaja ia sisihkan untuk membahagiakan anaknya. 

Tanpa marah dan karna tidak mau membuat putrinya menunggu dan bersedih lagi, Ia mencari sisa uang yang barangkali menyelip di celana yang kotor dengan semen itu. Ternyata memang ya, ada. Uang koin yang tulisannya pun sudah tak bisa terlihat.

Lelaki itu bangga, setelah berbulan-bulan anak satu satunya mendambakan sebuah es krim. Kini ia berhasil membawanya pulang, 2 buah es krim kemauan anaknya. Lelaki paruh baya itu terlalu senang melihat putri kecilnya, tanpa ia bertanya sang putri mengatakan, "es krim yang satunya buat Ibu" 

Tanpa tau keadaan, pelukan memang menjadi kenyamamam paling tepat sasaran. Sang putri kecil kebingungan mengapa Bapaknya berlinang air mata di tengah keramaian kota? Tanpa rasa malu, ia menyerka air mata Sang Bapak. Mereka tersenyum, bergandengan laku berjalan pulang. 

Tubuhnya yang renta, membungkuk, rambutnya yang kehilangan hitam, keringatnya yang bercucran, celananya kotor, bajunya yang lusuh, pijakan kakinya yang kian renta. 
Setelah dewasa, Sang Putri merasa. 
Pak, biarlah kau terlihat miskin, asal kau tau, kau mampu kaya dalam membahagiakan anak-anakmu. Yang ku miliki sekarang, tidak akan pernah sebanding dengan keringatmu yang membuatku tumbuh besar dan dewasa seperti ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...