Minggu, 11 Agustus 2019

Jogjakarta Tanpa Mata I



Bermula dari seorang pemula yang hidup di luang lingkup, lingkungan Jakarta. Jangan di pikirkan sekeras apa kehidupannya. Jika di sandingkan dengan seribu batu pun, Jakarta tidak bisa dikalahkan walaupun satu petak wilayahnya saja. Kerasnya kota Jakarta, akan dibuat lembut ketika menyambut anugrah Tuhannya. Gedung yang sangat tinggi sekalipun tidak mampu menggapai keindahan senjanya. Jakarta sudah bukan lagi kota impian manusia, karena yang bertamasya juga akan berpolusi udara.
                Melihat keramaian Jakarta yang sudah tidak ada tandingannya, membuat aku ingin menyingkirkan diri sejenak dari kota ini. Yang bunyi klaksonnya selalu membuat pengertian tidak lagi berarti. Semua orang ingin cepat sampai di tujuan. Semua orang ingin berhenti dari kelelahan. Semua orang ingin memeperoleh tunai. Tanpa menuai yang seharusnya tidak semuanya menggunakan ego semaunya. Jakarta tidak jahat, hanya saja manusianya sudah terbiasa dengan pekat.
Aku yang sudah lama terpaku di kota seramai ini, sampai merasa tidak mampu menjadi diri sendiri. Setiap langkah yang mengarah menuju tempat yang sunyi dan bisa mengerti, bukan Jakarta yang seharusnya di tempati. Sepertinya memang di perlukan mencari keistimewaan, tetapi bukan dari seseorang. Melainkan tempat bersemayam.
Kepada, Jogjakarta.
Mengapa dikatakan yang paling istimewa di Indonesia?
Jika Jogjakarta benar – benar istimewa, aku akan mencoba menyusurinya tanpa mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...