Pu, hari ini dunia masih bicara dengan semua. dengan jeda dan irama. terima apa saja yang ada.
bedanya sedih atau bahagia yang dirasa. di dalam kubur sana, ada apa?
kau tak tau, Pu? aku juga. hari ini aku sibuk memungut kelopak bunga segar yang melepaskan diri dari tangkai yang katanya sudah tidak kuat menerima semua yang ringan apalagi berat.
Pu, pagi ini embun lebih banyak daripada keringatku sendiri. tau kan Pu, maksudku? iya. aku tidak melompat, berlari, atau berjalan hari ini. kaki ku masih di dalam selimut. ku tutup rapat-rapat. takut rayap salah tangkap dan kakiku disantap.
Pu, bagaimana pagi disana? kau dekatkah, denganNya? bisa kau bisikan doaku, Pu? doa yang sama saat kau masih ada. "ambil aku juga"kau tidak tau Pu, bagaimana rasanya dunia tanpa orang yang ku cinta. kopi pahit pun tidak dapat dicerna, daging lembut pun tidak dapat direbut, selai stroberimu juga semakin membusuk. belum ku pindahkan dari rak kulkasmu paling atas.
Pu, bagaimana? gelapkah? kalau aku sang penemu lampu, akan kubuat satu yang bisa selama-lamanya menerangimu disana, Pu.
adakah yang secantik matahari saat sore bersamamu, Pu? kacamataku butuh tangan lembutmu untuk membersihkannya. untuk jernih ku lihat dunia apa yang masih tersisa meski kau tak ada.
yang kau bilang cerah ini, yang kau bilang indah ini, tidak bagiku Pu. sekalipun aku bisa melihat bagaimana orang tertawa, bagaimana orang bahagia namun tidak Pu. tidak untukku. aku lah si kelopak yang memilih untuk jatuh denganmu daripada melihat matahari setiap pagi yang menyilaukan mata tanpamu itu.
Pu, bagaimana? kelopak matamu memberi kesempatan untuk melihat yang kau pijak sekarang tidak , Pu?
Pu, aku bosan mengatakan aku merindukanmu. orang-orang berkata aku harus mendoakanmu. aku bosan Pu, aku bosan harus berdoa bagaimana supaya aku kembali bertemu denganmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar