Seandanya waktu hanya putaran jarum yang tak mampu mengenang masa lalu. Seandainya
waktu berjalan lebih cepat saat aku mulai mengingat. Seandainya, aku tidak lagi
memikirkanmu dan berhenti berdoa agar kau menjadi tokoh dalam mimpi malam ini.
Pada akhirnya, waktu yang tak bisa lagi kurayakan itu menjadi pemecah
keheninganku. Setelah kita memutuskan untuk selesai, mengapa aku sendiri
kerepotan untuk menyingkirkan hal-hal yang biasa kurindukan? Apakah kau
melakukan hal yang sama? Tampaknya, kau ringan-ringan saja mengakhiri sekian
tahun bersama dengan tiba-tiba.
Mengapa akhir cerita tak berakhir dalam pikiranku? Seharusnya kan sudah
selesai dan menjadi berantakan seperti yang kau inginkan. Seharusnya tidak
adalagi yang harus diselesaikan. Seharusnya perpisahan ini bisa baik-baik saja
seperti sebelum adanya pertemuan.
Mengapa sudah diberi luka tetapi masih tak bisa kuanggap kau tiada? Ternyata
sulit mengubah rasa percaya padahal sudah ada bukti nyata. Malam saat kau tak
mau mengakui semuanya padahal yang kau sembunyikan itu terlihat di depan mata,
saat itu tak menyangka bahwa orang yang sangat kupercaya kini membuat luka. Tidak
ingatkah kau malam saat kau mengajakku memutari kota? Saat kau mengatakan
akulah satu-satunya yang kau cinta. Bodohnya, aku percaya begitu saja pada
kata-kata lelaki buaya. Ku kira, pelukan itu hanya aku yang merasakan hangatnya.
Ternyata, aku hanya salah satunya.
Di balik semua kenangan pahit itu, salahku masih menyimpan senyum manis
saat kau meminta aku menjadi wanitamu.
Seharusnya, aku juga lupa dan bisa menjalani hari-hari tanpa takut untuk mengingat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar