Senin, 05 April 2021

Warta Untuk Genta

https://tulisanars.blogspot.com/2021/04/genta.html Dia adalah bagian pertamaku, baca ini dulu sebelum kamu membacanya sampai akhir. 

Genta, Genta... 

Hidup dengan badan sekekar badanmu ini seharusnya kamu merasa lebih mudah menjalaninya. Kamu tidak kesusahan mengambil buku di rak tertinggi, kamu mampu menggapai buah mangga tanpa harus memanjat pohonnya, kamu mampu seimbang dengan daun tertinggi pohon bunga matahari

Tapi pikrianmu sama saja. Dari kau berukulan sekerdil jari kelingking juga sudah pernah mempermasalahkan itu. Tapi Genta, ingat tidak? Semasa hidupmu senang ditopang tangan kedua orang tua, bukan uang yang bisa kau hitung jumlahnya. Seharusnya kamu bersyukur Genta, dua surgamu masih bisa memelukmu

Surgaku bukan memeluk, justru meliukkan langkah yang sudah mereka bawa dewasa. Genta, jika kasih sayangmu terhadap uang di dalam dompetmu itu berlebihan, ia memang tidak akan hilang, namun ia juga tidak akan bertambah. Itu artinya ia tidak bisa membahagiakanmu, iya, uangmu.

Genta, memangnya uang adalah oksigen yang tak kau punya kau akan mati? Tidak Genta. Manusia tumbuh sebagai orang berpikir untuk terus hidup, meskipun nantinya kau menyangkal dengan "Ya, Aluna. Pikiran manusia untuk terus hidup itu ada, uang juga harus selalu ada untuk menyeimbangkannya" Si keras kepala. Batu saja kalah kerasnya dengan egomu, Genta.

Coba ku tanya, kenapa kau selalu memikirkan 10 tahun kedepan padahal hidupmu tidak baik-baik saja hari ini? Pasti kau menjawab “ya karna aku mau” Genta, hidup 10 tahun kedepan akan indah rasanya jika kau mensyukuri yang kau genggam hari ini.

“Tanganmu?”

“GENTAAA!!”

“Aluna, lihat langit”

“Ya? Ada apa genta si keras kepala?”

“Bulan malu”

“Bulan dapet antrian kedua setelah Awan, Genta”

“Bulan malu, namamu jauh lebih indah dari pada cahayanya”

“Ta, justru namaku diambil darinya”

“Luna sama dengan bulan?”

“Ya, Ayahku mengatakan seperti itu sebelum ia mempoak porandakan surgaku”

“Mengapa kau tidak di atas sana?”

“Nanti kamu bisa gila, bicara sendirian disini.”

Genta, tidak ada yang lebih menjamin hidupmu. Uang sekalipun tidak Genta. Kau tak bisa menganggap uang sebagai Tuan. Ia tidak bernyawa, ia hanya menumpang pada nyawa-nyawa yang membutuhkannya.

Pernah kau mengatakan di sudut taman, saat melihat dua wanita indah berlarian. Kemudian kedua orang tuanya datang, mereka diikuti 1 orang yang mengalungkan kamera di lehernya itu.

“Anak kecil itu bisa mengabadikan masa kecilnya karena orang tuanya punya uang”

“Barangkali mereka mengabadikan karena jarang bertemu?”

“Tidak mungkin orang tuanya berlama-lama rindu kepada anak selucu mereka”

Hahaha. Kau sudah tertawa hari ini, Genta?

Ya. Ya. Ya. Kau perlu itu, tertawakan dulu hidupmu. Lalu kau nilai kehidupan orang lain dengan dua matamu yang segar.

Teori-teori yang kau buat saat hidup itu justru akan membuatmu mati dengan harapan-harapan. Langit cerah menurutmu hanya mereka yang mempunyai tempat khusus untuk menyimpan uang sebanyak-banyaknya, tidak Genta. Berhenti memikirkan kapan kau akan bahagia, pikirkan soal kakimu yang sudah berjalan sejauh ini.

“Boleh ku minta satu?”

“Apa, Aluna?”

“Berhenti merendahkan dirimu, Genta. Kamu pantas terbang tinggi”

“Aku tak punya sayap, Aluna.. kau mau aku jatuh ke dasar jurang lalu dimakan rayap?”

“Kamu mengucap sayap itu setiap hari, Genta”

“Yang mana?”

“Doa”

“Orang kaya itu hidupnya serba enak Lun” Lagi lagi si manusia keras kepala berkata hal yang sama.

Hadeh, Genta yang kau pikir Brahmana itu mungkin Sudra bahagianya.

3 komentar:

  1. Keren banget, gaya bahasa formal yg dikemas secara non-formal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih Mas Rama teman Akbar, tulisanmu yang berjudul Di antara Sawah, Layang-layang, dan Tuhan. juga asique banget, salam kenal ya!

      Hapus

siapa yang paling terang

tak ada warta, tak ada warna  menjenguk arang yang ditinggalkan apinya  menyapa tanah basah yang kehilangan jejaknya  memanggil hujan dengan...